SALAM LESTARI!
pada bulan Juli 2019 SISPALA CIARA telah melaksanakan kegiatan ekspedisi gunung hutan di gunung Merbabu, Yogyakarta. Kegiatan ini diikuti oleh Anggota aktif, Alumni, dan juga beberapa orang dari luar. Kegiatan ini berjalan dengan adanya rapat pra ekspedisi, agar kegiatan ini lebih matang dan berjalan dengan lancar.
pada tanggal 4 Juli 2019 semua peserta ekspedisi berkumpul di Pull bus sinar jaya, melaksanakan shalat dzuhur dan berangkat. pada dini hari seluruh peserta berganti kendaraan menjadi mobil bak, dan mampir ke sebuah pasar untuk melengkapi perbekalan saat di gunun, tidak lama mobil bak berjalan lagi hingga sampai di depan base camp Gunung Merbabu via jalur Suwanting.
seluruh peserta istirahat sejenak dan bangun untuk melaksanakan shalat subuh, memakan sarapan, melaksanakan pemanasan, lalu bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan.
Perjalanan dijalankan menuju pintu hutan (perbatasan antara hutan dan perkebunan milik warga), lalu melewati lembah-lembah pinus dengan jalan yang terus menanjak, hingga di pos 2 semua peserta memakan bekal yang dibawa dari basecamp ubtuk makan siang, keadaan di pos 2 saat itu sangat terik tetapi tertutup kabut. setelah makan siang perjalanan dilanjut, dengan jalan yang terus menanjak beberapa peserta menggunakan bantuan tangan untuk menanjak hingga menuju pos 3, dijalur pun ada yang menggunakan tambang sebagai alat bantu untuk naik, bukan hanya itu terkadang jalur yang dilalui juga berpasir dan berbatu, jadi sedikit membuat para pendaki kesulitan.
Sebelum sampai di pos 3 terdapat pos air untuk para pendaki mengisi air untuk minum ataupun masak, ketika menuju ke pos 3 para pendaki sudah disuguhkan dengan pemandangan gunung merbabu di sebelah kanan, yang sangat terlihat gagah berani.
sampai di pos 3 peserta yang membawa tenda mendirikan tendanya, sedangkan yang lain yang membawa makanan mengumpulkan makanan dan airnya untuk diletakkan di tenda perbekalan atau dapur. setelah selesai semua beberapa peserta mengeluarkan jaket untuk dipakai, dan berfoto-foto dengan pemandangan gunung merbabu serta sinar matahari yang mulai turun. ketika gelap beberapa peserta masuk ketenda, memasak, atau bersenda gurau.
Esok harinya beberapa peserta bangun dan kembali memasak untuk sarapan, dan bersiap-siap untuk berjalan kembali menuju puncak merbabu. setelah siap, peserta yang akan menuju puncak pun melakukan pemanasan, membawa air, dan juga membawa kompas bidik, peta, kontur, dan alat tulis untuk melakukan navigasi darat. Perjalanan menuju puncak pun cukup jauh dan terik, karena melewati tiga sabana, di sabana pun peserta juga berfoto-foto. sampai di puncak, peserta melakukan navigasi darat dengan membidik beberapa objek. Navigasi darat ini bukan hanya di lakukann di puncak saja tetapi juga dilakukan di jalur pendakian, di pos 3, dan juga di kedua puncak Gunung Merbabu. Peserta yang ikut juga melakukan foto bersama, dan membuat video untuk kemerdekaan Indonesia.
Setelah dirasa cukup, peserta pun turun kembali menuju pos 3. Lalu makan siang bersama yang telah dimasakkan oleh peserta yang tidak ikut menuju puncak. peserta juga mendapat waktu bebas untuk melakukan kegiatan, seperti berfoto, tidur ataupun berbincang-bincang.
Ketika waktu bebas sudah habis, panitia pelaksana berkumpul untuk melakukan evaluasi, dengan minuman dan beberapa makanan hangat. setelah selesai peserta pun melanjutkan dengan makan, shalat ataupun berfoto. berbincang-bincang dan memasak kembali untuk menghabiskan perbakalan, agar ketika turun besok tidak berat lagi bebannya. setelah itu semua peserta kembali tidur.
Esoknya semua bersiap-siap dan merapikan semua tenda dan peralatan pribadi dan berkemas untuk turun. perjalanan turun hanya memerlukan waktu yang tidak lama, karena beban yang dibawa tidak terlalu berat dan jalur yang dilalui menurun walau tetap ada pasir dan bebatuan.
ketika sampai di basecamp peserta mengistirahatkan diri, mandi dan adapula yang makan. setelah bersih peserta melanjutkan perjalanan kembali menuju Yogyakarta dengan menggunakan elf. Ada peserta yang tidur karena masih kelelahan atau mengobrol dan menceritakan pengalamannya. Peserta pun sampai di Yogyakarta dan diturunkan di depan Museum benteng vredeburg, peserta ada yang mencari loseman atau homestay untuk bermalam, ada juga peserta yang bermalam di rumah saudaranya, peserta juga mendapatkan waktu bebas hingga siang sebelum kembali pulang dan berkumpul di terminal Giwangan.
Di terminal Giwangan seluruh peserta berkumpul dan kembali ke Tangerang Selatan menggukan bus. Bus pun tiba di pull bus sinar jaya, beberapa peserta pun ada yang langsung pulang dengan menggunakan kendaraan online atau adapula yang dijemput keluarganya.
perjalanan ini pun selesai dan panitia pelaksana mengakhiri perjalannya dengan berkumpul untuk dievaluasi dan menyelesaikan laporan perjalanannya.
Jumat, 11 Oktober 2019
Jumat, 17 Mei 2019
CAVING EXPEDITION CIARA angkatan XIV
Salam Lestari !
Apa kabar semua? belum lama kemarin kami (CIARA angkatan XIV) telah melaksanakan ekspedisi caving pada tanggal 19 - 21 April 2019 di Gua Ciduren dan Gua Cikenceng, Tajur, Bogor, Jawa Barat. nah banyak banget lho pelajaran yang baru kita dapat saat melakukan perjalanan ini, mulai dari kerja keras, kepemimpinan, geografi, dan keselamatan saat melakukan sebuah kegiatan.
nah di blog kali ini ketua pelaksana kita mau berbagi sedikit cerita nih. kira-kira gimana ya ceritanya? seru gak ya? Yuk kita baca...
Saya Fitri Ariani Putri (CRA/XIV/17-211) selaku ketua divisi Caving, disini saya akan bercerita tentang ekspedisi caving yang kita laksanakan pada tanggal 19-21 April 2019. Gua pertama yang kami eksplor adalah Gua Ciduren yaitu Gua vertikal yang berada di tajur, bogor. Setelah sampai di enterance Gua Ciduren anggota saya membuat safety line menggunakan webbing dan saya selaku ketua divisi melakukan riging, saya memasang anchor untuk turun, yang saya gunakan adalah simpul playboy (kelinci), setelah sampai di pitch satu saya serta instruktur memasang jalur intermediate di batuan tanduk yang ada di pitch satu, kami pun meminta matras dikarenakan ada sedikit friksi. Setelah itu saya turun ke bottom, dilanjutkan dengan Fakhri ( CRA/XV/18-219), lalu setelah itu Dhea (CRA/XIV/17-210), Geniwa ( CRA/XIV/17-208 ), dan Bang Tepe ( CIARA Angkatan II), setelah itu saya dan Dhea membuka alat-alat yang kita pakai untuk di transfer ke entrance. Fakhri sebagai pentransfer alat mentransfer alat ke atas untuk dipakai oleh Fathur ( CRA/XIV/17-209), Rani ( CRA/XV/18-223) serta Mang Dadang ( Tamu ). Setelah semuanya turun ke bottom kita mengeksplor ke bagian kiri, setelah itu kita mengambil foto sebentar lalu naik lagi ke atas. Eksplor selesai sore hari, kami pun bergegas ke sungai untuk membersihkan alat alat yang kami pakai, setelah itu kami kembali ke Basecamp Pak Eman, sesampainya di Base Camp Pak Eman kita makan malam lalu menyiapkan peralatan untuk eksplore keesokan harinya di Gua Cikenceng.
Keesokan harinya kita membagi 2 tim untuk eksplore Gua Cikenceng. Tim pertama ekplore terlebih dahulu, kendala yang terjadi adalah tim pertama tidak mengetahui entrance gua menyebabkan perpanjangan waktu dan tidak sesuai dengan yang sudah dibuat. Tim pertama selesai eksplore
lalu bergantian dengan tim kedua. Jadi di dalam Gua Cikenceng ini kita akan melewati 3 sump, sump
pertama kita lewati dengan baik walaupun ada sedikit rasa panik karena ini pertama kalinya, sump
kedua pun kita lewati dengan baik, saat sump ketiga kita cukup ragu untuk melewatinya karena
sumpnya cukup panjang, tetapi dengan percaya diri kita dapat melewati sump ketiga. setelah itu kita
melewati 2 air terjun dengan etrier, lalu kita keluar dari Gua Cikenceng. Kita membersihkan alat lalu
singgah sebentar di linggih alam dan melakukan perjalanan pulang.
kira-kira begitulah sedikit cerita perjalanan ekspedisi caving kami, semoga bisa membantu kalian yang ingin pergi ke Gua Ciduren atau Gua Cikenceng, semoga membantu ya!
#keepourbrotherhood
CIARA angkatan XIV
Apa kabar semua? belum lama kemarin kami (CIARA angkatan XIV) telah melaksanakan ekspedisi caving pada tanggal 19 - 21 April 2019 di Gua Ciduren dan Gua Cikenceng, Tajur, Bogor, Jawa Barat. nah banyak banget lho pelajaran yang baru kita dapat saat melakukan perjalanan ini, mulai dari kerja keras, kepemimpinan, geografi, dan keselamatan saat melakukan sebuah kegiatan.
nah di blog kali ini ketua pelaksana kita mau berbagi sedikit cerita nih. kira-kira gimana ya ceritanya? seru gak ya? Yuk kita baca...
Saya Fitri Ariani Putri (CRA/XIV/17-211) selaku ketua divisi Caving, disini saya akan bercerita tentang ekspedisi caving yang kita laksanakan pada tanggal 19-21 April 2019. Gua pertama yang kami eksplor adalah Gua Ciduren yaitu Gua vertikal yang berada di tajur, bogor. Setelah sampai di enterance Gua Ciduren anggota saya membuat safety line menggunakan webbing dan saya selaku ketua divisi melakukan riging, saya memasang anchor untuk turun, yang saya gunakan adalah simpul playboy (kelinci), setelah sampai di pitch satu saya serta instruktur memasang jalur intermediate di batuan tanduk yang ada di pitch satu, kami pun meminta matras dikarenakan ada sedikit friksi. Setelah itu saya turun ke bottom, dilanjutkan dengan Fakhri ( CRA/XV/18-219), lalu setelah itu Dhea (CRA/XIV/17-210), Geniwa ( CRA/XIV/17-208 ), dan Bang Tepe ( CIARA Angkatan II), setelah itu saya dan Dhea membuka alat-alat yang kita pakai untuk di transfer ke entrance. Fakhri sebagai pentransfer alat mentransfer alat ke atas untuk dipakai oleh Fathur ( CRA/XIV/17-209), Rani ( CRA/XV/18-223) serta Mang Dadang ( Tamu ). Setelah semuanya turun ke bottom kita mengeksplor ke bagian kiri, setelah itu kita mengambil foto sebentar lalu naik lagi ke atas. Eksplor selesai sore hari, kami pun bergegas ke sungai untuk membersihkan alat alat yang kami pakai, setelah itu kami kembali ke Basecamp Pak Eman, sesampainya di Base Camp Pak Eman kita makan malam lalu menyiapkan peralatan untuk eksplore keesokan harinya di Gua Cikenceng.
Keesokan harinya kita membagi 2 tim untuk eksplore Gua Cikenceng. Tim pertama ekplore terlebih dahulu, kendala yang terjadi adalah tim pertama tidak mengetahui entrance gua menyebabkan perpanjangan waktu dan tidak sesuai dengan yang sudah dibuat. Tim pertama selesai eksplore
lalu bergantian dengan tim kedua. Jadi di dalam Gua Cikenceng ini kita akan melewati 3 sump, sump
pertama kita lewati dengan baik walaupun ada sedikit rasa panik karena ini pertama kalinya, sump
kedua pun kita lewati dengan baik, saat sump ketiga kita cukup ragu untuk melewatinya karena
sumpnya cukup panjang, tetapi dengan percaya diri kita dapat melewati sump ketiga. setelah itu kita
melewati 2 air terjun dengan etrier, lalu kita keluar dari Gua Cikenceng. Kita membersihkan alat lalu
singgah sebentar di linggih alam dan melakukan perjalanan pulang.
kira-kira begitulah sedikit cerita perjalanan ekspedisi caving kami, semoga bisa membantu kalian yang ingin pergi ke Gua Ciduren atau Gua Cikenceng, semoga membantu ya!
#keepourbrotherhood
CIARA angkatan XIV
Kamis, 28 Februari 2019
beberapa contoh teknik dalam mendayung (rafting)
pertama :
TEKNIK DASAR MENDAYUNG Dayung maju (Forward Stroke) Teknik ini berfungsi untuk menggerakkan perahu ke depan. Caranya: dengan mendorong bilah dayung ke depan dengan tangan sebelah luar, kemudian masukkan dayung ke dalam air, dilanjutkan dengan mempertahankan bilah dayung pada sudut benar hingga mendekat ke perahu dan berhenti setelah sejajar dengan tubuh, keluarkan bilah dayung kemudian putar sejajar dengan permukaaan air, ulangi kembali ke posisi semula.
kedua :
Dayung Tolak (Pry Stroke) Gunanya untuk membantu melengkapi dayung tarik untuk mengendalikan perahu ke posisi diinginkan. Caranya : kebalikan dari dayung tarik, yaitu memasukkan dayung ke dalam air dari dekat perahu dan menolaknya jauh ke samping perahu.
ketiga :
Dayung Pancung (Cross-Brow Draw) Dayungan biasa digunakan oleh para pendayung depan apabila ingin menggeser perahu ke samping. Caranya : pendayung depan melakukan dayung tarik dari sisi depan perahu memotong moncong perahu. “C” Stroke Gunanya untuk membelokkan perahu dengan cepat. Caranya: dayung digerakkan membentuk huruf “C” baik dari depan ke belakang maupun dari belakang ke depan dan diikuti dengan gerakan badan. Dayungan ini sangat penting untuk dikuasai oleh pemandu arung jeram karena dayungan ini sangat efektif untuk membelokkan perahu. “J” stroke Gunannya untuk mempertahankan kemiringan perahu. Atau sering dipakai untuk mengemudikan perahu di air yang tidak terlalu deras tanpa bantuan peserta lain. Carannya: dayung di gerakan seperti huruf “J” dari depan kebelakang. Dayungan ini sangat penting untuk dikuasai oleh seorang rafter karena “J” stroke memiliki efek yang cukup besar untuk mengemudikan perahu. Dayungan ini digunakan setelah melintasi jeram (di air yang agak tenang) atau bila peserta kelelahan dan tidak kuat lagi mendayung. scaling Gunannya mempertahankan kemiringan dan arah perahu bila memasuki jeram, karena perahu bisa berubah arah dan kemiringannya apabila perahu tersebut melintasi hole, ombak atau eddy, juga sangat efektif untuk mengemudikan perahu tanpa bantuan peserta lain. Caranya: dengan mengkombinasikan beberapa tehnik dayungan atau semua dayungan tersebut diatas . setiap pemandu arung jeram harus mampu mengkombinasikan dayungan dayungan tersebut karena dayungan ini sangat diperlukan sekali dalam jeram, dan diperlukan reflek yang bagus dalam menggunakannya
keempat :
Dayung mundur (Backward Stroke) Kegunaannya untuk menurunkan kecepatan perahu atau menggerakkan perahu ke belakang. Caranya : merupakan kebalikan dari dayung maju. Celupkan bilah dayung ke dalam air hingga jauh ke belakang tubuh kemudian dorong ke depan sambil menarik pegangan dan gerakan ini berakhir ketika dayung berada pada posisi awal dayung maju. Dayung tarik (Draw Stroke) Dayung tarik sering dipakai oleh pemandu arung jeram untuk menhindari tabrakan antara bagian belakang perahu dengan batu atau rintangan dengan menggeser perahu mendekati posisi diinginkan. Caranya menancapkan dayung jauh ke samping dan menariknya ke arah perahu.
pertama :
TEKNIK DASAR MENDAYUNG Dayung maju (Forward Stroke) Teknik ini berfungsi untuk menggerakkan perahu ke depan. Caranya: dengan mendorong bilah dayung ke depan dengan tangan sebelah luar, kemudian masukkan dayung ke dalam air, dilanjutkan dengan mempertahankan bilah dayung pada sudut benar hingga mendekat ke perahu dan berhenti setelah sejajar dengan tubuh, keluarkan bilah dayung kemudian putar sejajar dengan permukaaan air, ulangi kembali ke posisi semula.
kedua :
Dayung Tolak (Pry Stroke) Gunanya untuk membantu melengkapi dayung tarik untuk mengendalikan perahu ke posisi diinginkan. Caranya : kebalikan dari dayung tarik, yaitu memasukkan dayung ke dalam air dari dekat perahu dan menolaknya jauh ke samping perahu.
ketiga :
Dayung Pancung (Cross-Brow Draw) Dayungan biasa digunakan oleh para pendayung depan apabila ingin menggeser perahu ke samping. Caranya : pendayung depan melakukan dayung tarik dari sisi depan perahu memotong moncong perahu. “C” Stroke Gunanya untuk membelokkan perahu dengan cepat. Caranya: dayung digerakkan membentuk huruf “C” baik dari depan ke belakang maupun dari belakang ke depan dan diikuti dengan gerakan badan. Dayungan ini sangat penting untuk dikuasai oleh pemandu arung jeram karena dayungan ini sangat efektif untuk membelokkan perahu. “J” stroke Gunannya untuk mempertahankan kemiringan perahu. Atau sering dipakai untuk mengemudikan perahu di air yang tidak terlalu deras tanpa bantuan peserta lain. Carannya: dayung di gerakan seperti huruf “J” dari depan kebelakang. Dayungan ini sangat penting untuk dikuasai oleh seorang rafter karena “J” stroke memiliki efek yang cukup besar untuk mengemudikan perahu. Dayungan ini digunakan setelah melintasi jeram (di air yang agak tenang) atau bila peserta kelelahan dan tidak kuat lagi mendayung. scaling Gunannya mempertahankan kemiringan dan arah perahu bila memasuki jeram, karena perahu bisa berubah arah dan kemiringannya apabila perahu tersebut melintasi hole, ombak atau eddy, juga sangat efektif untuk mengemudikan perahu tanpa bantuan peserta lain. Caranya: dengan mengkombinasikan beberapa tehnik dayungan atau semua dayungan tersebut diatas . setiap pemandu arung jeram harus mampu mengkombinasikan dayungan dayungan tersebut karena dayungan ini sangat diperlukan sekali dalam jeram, dan diperlukan reflek yang bagus dalam menggunakannya
keempat :
Dayung mundur (Backward Stroke) Kegunaannya untuk menurunkan kecepatan perahu atau menggerakkan perahu ke belakang. Caranya : merupakan kebalikan dari dayung maju. Celupkan bilah dayung ke dalam air hingga jauh ke belakang tubuh kemudian dorong ke depan sambil menarik pegangan dan gerakan ini berakhir ketika dayung berada pada posisi awal dayung maju. Dayung tarik (Draw Stroke) Dayung tarik sering dipakai oleh pemandu arung jeram untuk menhindari tabrakan antara bagian belakang perahu dengan batu atau rintangan dengan menggeser perahu mendekati posisi diinginkan. Caranya menancapkan dayung jauh ke samping dan menariknya ke arah perahu.
apa itu mountain sicknees?
Mendaki gunung menjadi salah satu hobi yang banyak digemari remaja beberapa tahun belakangan. Namun, tahukah Anda bahwa pendakian yang tidak disertai dengan persiapan yang matang justru bisa membahayakan pendaki? Salah satu kondisi yang bisa mengancam keselamatan saat pendakian adalah acute mountain sickness (AMS).
AMS atau yang sering kali disebut sebagai penyakit gunung bisa terjadi saat pendaki berada atau bermalam di ketinggian tertentu. Sekitar 25% penyakit gunung ini dialami saat pendaki berada di ketinggian 2400 meter di atas permukaan laut (mdpl), dan sekitar 40-50% terjadi saat pendaki berada di ketinggian 3000 mdpl. Kondisi ini bisa terjadi pada usia tua dan muda, pria ataupun wanita, walaupun beberapa penelitian menyatakan wanita lebih sering terkena dibanding pria. Kondisi ini disebabkan oleh penurunan kadar oksigen dan tekanan udara yang semakin berkurang saat mendaki ke tempat yang lebih tinggi.
Apa yang membuat saya berisiko terkena acute mountain sickness?
Sampai saat ini tidak ada alat diagnosis yang bisa memprediksi dengan pasti kejadian penyakit gunung ini, namun angka kejadian penyakit ini biasanya semakin meningkat apabila ditemukan faktor risiko berikut:
Mempunyai riwayat AMS sebelumnya
Meminum alkohol atau aktivitas berlebihan saat tubuh belum beradaptasi dengan ketinggian
Pendakian yang terlalu cepat (mencapai ketinggian 2700 mdpl dalam waktu kurang dari 1 hari)
Mempunyai kondisi medis yang mempengaruhi sistem pernapasan
Tidak terbiasa berada di tempat tinggi
Gejala acute mountain sickness
Gejala dan tanda dari AMS biasanya timbul dalam waktu beberapa jam sampai 1 hari, gejala yang timbul bisa berupa gejala yang ringan sampai berat. Berikut adalah gejala dan tanda jika Anda mengalami AMS :
Sakit kepala
Pusing
Lelah
Tidak bisa tidur (sering terbangun saat tidur)
Kehilangan nafsu makan
Mual dan muntah
Apabila tidak ditangani dengan baik, AMS ini bisa berlanjut pada kondisi lebih buruk, berupa edema otak dan edema paru. Pada kondisi edema terjadi penumpukan cairan, sehingga fungsi dari organ tersebut terganggu. Tanda dari edema di paru adalah pasien merasa sesak atau sulit bernapas, dan kondisi ini seringkali diperberat dengan posisi tidur, dan diperingan dengan posisi duduk atau berdiri. Sedangkan edema otak biasanya ditandai dengan perasaan lemas, pusing, penurunan kesadaran yang mudah dikenali dengan pembicaraan yang meracau atau penderita yang tampak sering terkantuk, seperti orang mabuk atau dalam beberapa kasus seperti orang kesurupan.
Apa yang harus dilakukan saat gejala acute mountain sickness muncul?
Apabila ditemukan tanda dan gejala di atas, waspadalah, Anda atau rekan pendakian anda mungkin sedang mengalami serangan AMS. Menghentikan sementara pendakian merupakan terapi efektif bagi AMS, biarkan tubuh Anda beristirahat dan membiasakan diri dengan kadar oksigen dan tekanan udara yang rendah di ketinggian. Saat beristirahat, Anda tidak dianjurkan untuk meminum alkohol atau melakukan aktivitas berlebihan.
Gejala di atas biasanya akan membaik seiring dengan kondisi tubuh pendaki yang sudah beradaptasi, namun apabila dalam waktu 24-48 jam kondisi tidak membaik atau justru semakin memburuk, pendaki harus turun gunung. Kebanyakan pendaki merasa gejala semakin membaik saat turun setinggi 500-800 mdpl, namun apabila kondisi tetap tidak berubah, pendaki disarankan turun sampai basecamp pendakian dan meminta pertolongan tim medis di sana.
Obat yang bisa digunakan untuk mengatasi gejala acute mountain sickness
Onat-obatan yang bisa diberikan untuk mengurangi gejala AMS antara lain parasetamol atau ibuprofen untuk mengurangi sakit kepada atau pusing yang diderita, ondansetron atau promethazin untuk mengurangi mual dan muntah. Asetazolamide dan dexamethason merupakan salah satu obat yang sering digunakan baik untuk pencegahan maupun pengobatan AMS. Oksigen juga bisa diberikan apabila gejala dirasakan berat, dan bisa dihentikan saat gejala membaik. Konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter Anda mengenai perlu tidaknya penggunaan terapi di atas dan berapa dosis yang dianjurkan.
Bagaimana cara mencegah acute mountain sickness saat naik gunung?
Deteksi dini dan penanganan yang cepat merupakan suatu hal yang penting bagi AMS. AMS yang tidak ditangani dengan tepat bisa berakibat fatal, bahkan sampai menyebabkan kematian. Posisi penderita yang berada di gunung juga merupakan suatu tantangan karena medan yang sulit dijangkau dan tidak adanya jaringan komunikasi. Oleh karena itu, alangkah baiknya apabila pendaki mengetahui tips-tips untuk mencegah penyakit gunung ini.
Mendaki secara perlahan, supaya tubuh bisa beradaptasi.
Jika Anda tinggal di tempat dengan ketinggian di bawah 1500 mdpl, hindari tidur di ketinggian d iatas 2800 mdpl pada malam pertama.
Membuka tenda di tempat yang lebih rendah. Pendaki tentu saja diperbolehkan mendaki sampai puncak jika dirasakan aman, namun untuk bermalam, disarankan mencari tempat yang lebih rendah.
Tinggal di tempat dengan ketinggian sekitar 1500 mdpl selama beberapa hari atau minggu sebelum pendakian bisa membantu Anda untuk mendaki lebih cepat.
mountaineering
Mountaineering berasal dari kata “mountain” yang berarti gunung. Mountaineering adalah kegiatan mendaki gunung yang terdiri dari tiga tahap kegiatan, yaitu :
1.Hill Walking. Merupakan perjalanan pendakian bukit-bukit yang landai, tidak mempergunakan peralatan dan teknis pendakian
2.Scrambling. Merupakan pendakian pada tebing batu yang tidak terlalu terjal. tangan hanya digunakan sebagai keseimbangan
3.Climbing. Merupakan pendakian yang membutuhkan penguasaan teknik pendakian. bentuk climbing adalah :
•Rock climbing, yaitu pendakian pada tebing batu
•Snow ice climbing, yaitu merupakan pendakian pada es dan salju
anak gunung:
MENGAPA MENDAKI GUNUNG???? ::) ??? :-X
Bagi orang awam, kegiatan petualangan seperti mendaki gunung selalu mengundang pertanyaan klise “mau apa sih kesana???”. Pertanyaan sederhana tapi sering membuat bingung yang ditanya atau bahkan mengundang rasa kesal. George F. Mallory, seorang pendaki Inggris menjawab pertanyaan tersebut “because it is there”. Mallory bersama rekannya menghilang di everest tahun 1924. Soe hook Gie (Mapala UI) menulis dalam puisi “Aku Cinta Pangarango; karena aku mencintai kebenaran hidup”. Dia tewas tercekik gas beracun di puncak Mahameru tanggal 16 Desember 1969.
Motivasi mendaki gunung memang bermacam-macam. Manusia mempunyai kebutuhan psikologis, kebutuhan akan pengalaman baru, dan kebutuhan untuk diakui oleh manusia lainnya. Rasa ingin tahu adalah yang mendasari dan menjadi jiwa setiap manusia.
IVAN:
tiap ditanya ngapain naik gunung, pasti gak bisa dijelaskan dengan kata2....
ada kepuasan yang tidak bisa didapat dari kegiatan lain...
bukan cuma begitu sampai di puncak tapi dalam proses mencapai puncaknya itu sendiri..
IVAN:
tapi ada beberapa pengertian mountaineering...
klo yang diajarkan waktu di kuliah dulu, mountaineering adalah semacam kegiatan turun tali yang pake cernmantel juga sambil kaki menendang2 tebing/dindin
d_cute:
Mountaineering pasti butuh survival, berikut kebutuhan survival.
dikit aje nih ane kutip tentang survial...
Kebutuhan Survival
Ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang survivor (orang yang melakukan survival) yakni :
1. Sikap Mental
- Semangat untuk tetap hidup
- Kepercayaan diri
- Akal sehat
- Disiplin dan rencana yang matang
- Kemampuan belajar dari pengalaman
2. Pengetahuan
- Mengerti survival seperti cara membuat bivoac, cara memperoleh air dan makanan, cara membuat api, cara membuat trap, dsb.
- Pengetahuan orientasi medan
- Cara mengatasi gangguan binatang
- Cara mencari pertolongan
3. Pengalaman dan latihan
- Latihan mengidentifikasikan tanaman
- Latihan membuat trap, dsb.
4. Peralatan
- Kotak survival
- Pisau jungle, dsb.
5. Kemauan
ad_cute:
lagi ye.. ane selipin Acute Mountain Sickness dulu...
Mountain Sickness nya lagi ane ketik dulu...
Acute Mountain Sickness -- penyakit yang terjadi saat pendakian
merupakan representasi atas intoleransi tubuh terhadap Hypoxia. AMS tergantung kepada ketinggian dan kecepatan mendaki.
gejala-gejala AMS :
1) sakit kepala. pada keadaan yang lebih buruk bisa terjadi vertigo dan apathy
2) gangguan tidur
3) rasa lelah - terjadi akibat gangguan tidur
4) nafas yang terengah-engah akibat kurangnya oksigen
5) berkurangnya nafsu makan sehingga timbul anorexia
gejala-gejala ini muncul pada ketinggia 1000 mdpl. kondisi fisik yang bagus tidak terlalu memungkinkan kita tidak bisa terkena ams. pertolongan pertama adalah membawa turun penderita sampai ketinggian dimana gejala2 ams perlahan mulai menghilang dan jangan pernah meninggalkan penderita seorang diri. jika tidak segera ditangani akan muncul komplikasi seperti HAPE (High Altitude Pulmory Edema) dan HACE (High Altiduted Cerebral Edema)...
Apakah Ultralight hiking atau ultralight trekking itu??
Atau bisa juga pertanyaannya menjadi, kenapa orang-orang mau membawa beban 15 - 20 kg ransel? yang didalamnya berisikan perbekalan, peralatan serta kebutuhan di saat berada di alam bebas. Dengan kondisi beban berat seperti itu akan membuahkan beberapa problem yaitu:
" Lambat, membosankan
Kelelahan, lekas marah, dan rendahnya rasa kebersamaan saat di jalan setapak
Meningkatkan kemungkinan untuk terluka, sakit dipunggung, keseleo mata kaki, lutut nyeri, otot sakit, memar atau lecet, sakit dibagian pinggul serta bahu, dll.
Perjalanan hiking atau trekking yang panjang berarti juga akan membuat sedikitnya waktu untuk bersantai di tenda, menikmati asyiknya suasana saat di basecamp.
Saat kita mulai mendirikan tenda dan mencoba beristirahat, kita akan merasa sangat letih dan membuat malas untuk melakukan hal lain".
Semua hal diatas merupakan penghambat untuk menikmati alam sekitarnya, sedangkan tujuan kita ke alam bebas adalah untuk menikmatinya, jadi kenapa tidak kita rubah..?? Bagaimana jika kita pergi dengan ransel ukuran 30 - 40lt untuk perjalanan 3 hari 2 malam? dengan ukuran dan berat ini, perjalanan yang biasanya terasa berat karena beban berat dari ransel seukuran 70lt, akan terasa lebih ringan, dan tanpa beban yang terlampau berat. Serta kita akan lebih bisa menikmati alam bebas sepanjang perjalanan, dan juga kita bisa lebih cepat sampai dilokasi basecamp tidak dalam keadaan sangat lelah.
Dengan pemilihan peralatan dan mengaturnya dengan tepat, ransel kapasitas 40lt akan terasa sangat cukup sekali untuk perjalanan diatas. Mengenai contoh-contoh peralatan ultralight akan dibahas pada bagian lain.
Untuk siapa ultralight hiking (backpacking) itu?
Ultralight backpacking adalah untuk semua orang yang serius dengan kegiatan trekking atau naik gunung. Ransel yang berat akan merubah banyak orang baru yang tadinya mungkin akan bisa menikmati perjalanan trekking menjadi kapok dan tidak mau mencoba lagi.
Apakah aman?
Setiap ultralight hiker atau trekker membawa semua peralatan yang sama tingkat safety pointnya seperti halnya yang dibawa oleh hiker atau trekker pada umumnya. Seperti, pakaian, alat tidur, shelter, P3K, wadah air dll. Tetapi, seperti hal lainnya dalam hidup ini, tidak ada ganransi bagi yang tidak berpengalaman, salah keputusanlah yang menyebabkan masalah dalam pendakian, bukanlah peralatan. Ini bisa terjadi pada seseorang yang membawa banyak peralatan tanpa mengerti untuk apa dan kapan digunakannya. Biasakanlah diri dengan tehnik pendakian, serta dengan peralatan, dan juga biasakanlah latihan emergency tehnik dan diatas semua itu adalah berlatih untuk mengambil keputusan yang tepat. Semakin sering anda berlatih maka akan semakin mengerti bagaimana meminimal peralatan tanpa mengurangi kenyamanan anda. Saat ini ada banyak sekali peralatan yang dibuat dan dirancang seringan mungkin. Akan tetapi harganya masih sangat mahal, meskipun begitu begitu anda bisa merancangnya sendiri dan membuatnya, tentu saja biayanya jauh lebih murah.
Lalu, apakah sebenarnya Ultralight hiking atau trekking itu?
Ada banyak sekali individu-individu yang menerjemahkan arti Ultralight ini, tapi dari semua itu pada prinsipnya, ultralight hiking atau trekking itu adalah suatu cara atau tehnik melakukan perjalanan ke alam bebas dengan membawa peralatan dan perbekalan yang ringan dan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip safety prosedur serta juga kenyamanan kita selama berada di alam bebas. Dan prinsip ultralight ini bukan hanya untuk perseorangan saja akan tetapi bisa juga diterapkan dalam perjalanan berkelompok. Dan kesemuanya itu membutuhkan perhitungan yang matang pada perencanaan perjalanan. Perlu diingat ultralight disini bukanlah mengurangi kwantitas dari peralatan yang dibawa, akan tetapi membuat sebuah peralatan menjadi simpel dan enteng tanpa kehilangan kwalitas penggunaannya.
SINGLE ROPE TECHNIQUE :
apa sih yang dinamakan Single Rope Technique?
Jadi Single Rope Technique atau yang biasa disebut SRT itu adalah teknik yang dipergunakan untuk menelusuri gua-gua vertikal dengan menggunakan satu tali sebagai lintasan untuk naik dan turun medan-medan vertikal.
Karena lorong Gua vertikal tidak semuanya merata dan berbeda-beda, maka untuk keselamatan dan kemudahan saat melewati lintasan, ada beberapa variasi/macam lintasan sebagai konsekuensinya, yaitu :
1. Lintasan Lurus, yaitu lintasan yang mulus ke bawah tanpa ada gesekan lintasan dengan dinding gua. Biasanya lintasan lurus dimiliki oleh gua yang meluas ke bawah.
2. Lintasan Intermediate, bertujuan untuk menghilangkan gesekan tali dengan dinding gua, dengan membuat anchor pada titik gesekan.
3. Lintasan Deviasi, berguna untuk menghilangkan friksi/gesekan tali dengan dinding gua, dibuat dengan cara menarik tali kearah luar gesekan.
4. Lintasan Sambungan, dipakai pada lintasan dimana satu buah tali terpaksa disambung untuk mencapai dasar gua.
apa sih yang dinamakan Single Rope Technique?
Jadi Single Rope Technique atau yang biasa disebut SRT itu adalah teknik yang dipergunakan untuk menelusuri gua-gua vertikal dengan menggunakan satu tali sebagai lintasan untuk naik dan turun medan-medan vertikal.
Karena lorong Gua vertikal tidak semuanya merata dan berbeda-beda, maka untuk keselamatan dan kemudahan saat melewati lintasan, ada beberapa variasi/macam lintasan sebagai konsekuensinya, yaitu :
1. Lintasan Lurus, yaitu lintasan yang mulus ke bawah tanpa ada gesekan lintasan dengan dinding gua. Biasanya lintasan lurus dimiliki oleh gua yang meluas ke bawah.
2. Lintasan Intermediate, bertujuan untuk menghilangkan gesekan tali dengan dinding gua, dengan membuat anchor pada titik gesekan.
3. Lintasan Deviasi, berguna untuk menghilangkan friksi/gesekan tali dengan dinding gua, dibuat dengan cara menarik tali kearah luar gesekan.
4. Lintasan Sambungan, dipakai pada lintasan dimana satu buah tali terpaksa disambung untuk mencapai dasar gua.
Langganan:
Postingan (Atom)